Saturday 25 November 2017

Manusia Secara Moralitas Und Hukum Forex


Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik A. Penyebab Akhlak dan Moral Remaja Masa Kini Semakin Menurun Adapun Yang Menjadi akar masalah penyebab timbulnya krisis akhlak dan moralische dalam diri banyak remaja diantaranya adalah: Pertama, krisis akhlak terjadi karena longgarnya pegangan terhadap Agama Yang menyebabkan hilangnya pengontrol diri Dari Dalam (Selbstkontrolle) 3. Selanjutnya alat pengontrol perpindahan kepada hukum als masyarakat. Namun karena hukum als masyarakat juga sudah lemah, maka hilanglah seluruh alat kontrol. Akibatnya manusia dapat berbuat sesuka hati dalam melakukan pelanggaran tanpa ada yang menegur. Kedua, krise akhlak terjadi karena pembinaan moralisches yang dilakukan oleh orang tua, sekolah dan masyarakat sudah kurang efektif. Bahwa penanggungjawab pelaksanaan pendidikan von negara kita adalah keluarga, masyarakat dan pemerintah. Ketiga institusi pendidikan sudah terbawa öl arus kehidupan yang mengutamakan materi tanpa diimbangi dengan pembinaan geistig geistig. Deutsch - Übersetzung - Linguee als Übersetzung von "keita" vorschlagen Linguee - Wörterbuch Deutsch - Englisch ausschließlich englische Resultate für. Derasnya arus budaya Yang demikian didukung oleh para penyandang modal Yang semata-mata mengeruk keuntungan Material dengan memanfaatkan para remaja tanpa memperhatikan dampaknya bagi kerusakan akhlak para generasi penerus bangsa. Keempat, krisis, akhlak, terjadi, karena, belum, adanya, kemauan, yang, sungguh-sungguh, dari, pemerintah. Kekuasaan, dana, tekhnologi, sumber, daya, manusia, peluang, dan, sebagainya, yang, dimiliki, pemerintah, belum, banyak, digunakan, untuk, melakukan, pembinaan, akhlak, bangsa. Hal Yang demikian Semakin diperparah dengan ulah sebagian Elite politik penguasa Yang sematamata mengejar kedudukan, kekayaan dan sebagainya dengan cara-cara Yang tidak mendidik, sepeati adanya Praktek Korupsi, kolusi dan Nepotisme (KKN). Hal Yang demikian terjadi mengingat bangsa Indonesien masih menerapkan pola hidup paternalistischen B. Karakteristik Pengembangan Moral dan religi Pada Peserta Didik Berikut ini paparan mengenai karakteristik perkembangan moralitas dan religius anak dan remaja: 1. Karakteristik perkembangan moralitas Pada anak Menurut Lawrance Kohlberg, ada tiga Tingkat dan tahapan karakteristik perkembangan moralitas pada anak, yaitu moralitas dengan paksaan (prä-Ebene), moralitas Dari aturan-aturan (konventionelle Ebene), dan moralitas setelah konvensional (post). 2. Karakteristik perkembangan moralitas pada remaja Dalam moralitas terdapat nilia-nilai moralischen, yaitu seruan untuk berbuat baik dan larangan berbuat keburukan. Seseorang dikatakan bermoral apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moralische yang dijunjung tinggi. Pada masa remaja, individu tersebut Harus mengendalikan perilakunya sendiri Agar sesuai dengan norma dan nilai Yang berlaku dimasnyarakat, yang Mana sebelumnya Menjadi tanggung Jawab Guru dan orang tua. 3. Karakteristik perkembangan religius Pada anak Penanaman nilai-nilai keagamaan menyangkut konsep tentang ketuhanan, ritual ibadah dan nilai moralischen Yang berlangsung semenjak usia dini, Akan Mampu mengakar Secara Kuat dan membawa dampak Yang signifikan Pada diri seseorang sepanjang hidupnya (Hurlock, 1978 hal. 26). Hal ini dikarenakan pada masa ini, anak belum mempunyai kemampuan menolak ataupun menyetujui setiap pengetahuan yang didapatkannya. Tahapan-tahapan perkembangan keagamaan pada anak: 1. Masa anak-anak ein. Sikap keagamaan reseptif meskipun banyak bertanya b. Pandangan ke-Tuhanan yang anthromorph (dipersonifikasikan) c. Penghayatan secara rohaniah masih oberflächlich (belum dalam) 2. Masa anak sekolah a. Sikap keagamaan bersifat reseptif als disertai pengertian b. Pandangan ke-Tuhanan diterangkan secararasional c. Penghayatan secara rohaniah makin mendalam 4. Karakteristik perkembangan religius pada remaja Perkembangan religius remaja tergantung bagaimana als apa yang diperolehnya sejak masa anak-anak. Um...................................................... Begitu pula sebaliknya, apabila terdapat banyak kerancuan pemahaman terhadap keagamaan, maka perkembangan religiösen remaja tersebut akan terganggu. Pada masa remaja, keagamaan sama pentingnya dengan moralisch. Ahli Umum (Zakiah, Daradjat, Starbuch, William James) sependapat bahwa Pada garis besarnya perkembangan keagamaan itu dibagi dalam dua tahapan Yang Secara kualitatif menunjukan karakteristik Yang berbeda. 1. Masa remaja awal a. Sikap negativ sebbkankan alam pikirannya yang kritis melihat kenyataan orang-orang yang bergama secara hipocrit. B. Pandangan dalam ke-Tuhanannya menjadi kacau karena ia banyak membaca atau mendengar berbagai konsep dan pemikiran yang tidak cocok c. Penghayatan rohaniahnya cenderung skeptisch, sehingga banyak yang enggan melakukan berbagai kegiatan ritual 2. Masa remaja akhir a. Sikap kembali pada umumnya kearah positif dengan tercapainya kedewasaan intelektual b. Pandangan dalam hal ke-Tuhanan dipahamkan dalam hal konteks agama yang dianutnya c. Penghayatan rohaniahnya Kembali Tenang C. Faktor-Faktor Pengembangan Moral dan religi Pada Peserta Didik Berdasarkan sejumlah hasil penelitian, perkembangan internalisasi nilai-nilai terjadi melalui identifikasi dengan orang-orang yang dianggapnya sebagai Modell. Bagi para ahli psikoanalisis, perkembangan moralischen dipandang sebagai proses internalisasi norma-norma masyarakat dan dipandang sebagai kematangan dari sudut organisch biologis. Menurut psikoanalisis, moralische dan nilai menyatu dalam konsep Überich Yang dibentuk melalui Jalan internalisasi larangan-larangan atau perintah-perintah Yang datang Dari luar (khususnya orang tua) sedemikian Rupa, sehingga akhirnya terpencar Dari dalam diri sendiri. Teori-teori lan yang nicht psikoanalisi beranggapan bahwa hubungan anak-orang tua bukan satu satunya sarana pembentukan moral. Para sosiolog beranggapan bahwa masyarakat sendeniri mempunyai peran penting dalam pembentukan moralisch. Dalam Usaha membentuk tingkah laku sebagai pencerminan nilai-nilai hidup terterntu, Banyak faktor Yang mempengaruhi perkembangan moralische religi dan repeserta Didik, diantaranya yaitu: 1. Faktor Tingkat harmonisasi hubungan antara orang tua dan anak. 2. Faktor seberapa banyak Modell (orang-orang dewasa Yang Simpatik, teman-teman, Orang-orang yang terkenal dan hal-hal gelegen) Yang diidentifikasi oleh anak sebagai gambaran-gambaran ideal. 3. Faktor lingkungan memegang peranan penting. Diantara segala segala unsur Lingkungan sozialen Yang berpengaruh, yang tampaknya sangat Penting adalah unsicher Lingkungan berbentuk Manusia Yang dikenal atau dihadapi oleh seseorang sebagai perwujudan Dari nilai-nilai tertentu langsung. 4. Faktor selanjutnya yang memengaruhi perkembangan moralischen adalah tingkat penalaran. Perkembangan moralischen yang sifatnya penalaran menurut Kohlberg, dipengaruhi oleh perkembangan nalar sebagaimana dikemukakan oleh piaget. Makin tinggi tingkat penalaran seseorang menrut tahap-tahap perkembangan piaget, makin tinggi pula tingkat moralische seseorang. 5. Faktor Interaksi sosial dalam memberik kesepakatan Pada anak untuk mempelajari dan menerapkan standart perilaku Yang Genehmigt masyarakat, keluarga, sekolah, dan dalam pergaulan dengan orang gelegen. D. Upaya Optimalisasi Perkembangan Moral dan Spiritual Hurlock mengemukakan ada empat Pokok utama Yang Perlu dipelajari oleh anak dalam mengoptimalkan perkembangan moralnya, yaitu: 1. Mempelajari apa yang diharapkan Kelompok sosial Dari anggotanya sebagaimana dicantumkan dalam hukum. Harapan tersebut terperinci dalam bentuk hukum, kebiasaan dan peraturan. Tindakan tertentu Yang dianggap 8220benar8221 atau 8220salah8221 karena tindakan itu menunjang, atau dianggap tidak menunjang, atau menghalangi kesejahteraan Mitglieder Nutzer Kelompok. Kebiasaan Yang Paling penting dibakukan menjadi peraturan hukum dengan hukuman tertentu bagi yang melanggarnya. Yang lainnya, bertahan sebagai kebiasaan tanpa hukuman tertentu bagi yang melanggarnya. 2. Pengambangan hati nuranni sebagai kendali internes bagi perliaku einzu. Hati nurani merupakan tanggapan terkondisikan terhadap kecemasan mengenai beberapa situasi als tindakan tertentu, yang telah dikembangkan dengan mengasosiasikan tindakan agresif dengan hukum. 3. Pengembangan perasaan bersalah dan rasa malu. Setelah mengembangkan hati nurani, hati nurani mereka dibawa von digunakan sebagai pedoman perilaku. Rasa bersalah adalah sejenis Auswertungen diri, khusus terjadi bila seorang einzeln mengakui perilakunya berbeda dengan nilai moralische yang dirasakannya wajib untuk dipenuhi. Rasa malu adalah reaksi emosionalen yang tidak menyenangkan yang timbul pada seseorang akibat adanya penilaischen negatif terhadap dirinya. Penilaian ini belum tentu benar-benar ada, namens mengakibatkan rasa rendah diri terhadap kelompoknya. 4. Mencontohkan, memberikan contoh berarti menjadi vorbildlicher perilaku yang diinginkan muncul dari anak, karena cara ini bisa menjadi cara yang paling efektif untuk membentuk moralischer anak. 5. Latihan dan Pembiasaan, menurut Robert Coles (Wantah, 2005) latihan dan pembiasaan merupakan strategi penting dalam pembentukan perilaku moralischen pada anak usia dini. Sikap orang tua dapat dijadikan latihan als pembiasaan bagi anak. Sejak kecil orang tua selalu merawat, memelihara, menjaga kesehatan und lain sebagainya untuk anak. Hal ini akan mengajarkan moralischen yang positif bagi anak 6. Kesempatan melakukan interaksi dengan anggota kelompok sosial. Interaksi sosial memegang peranan pentieren dalam perkembangan moral. Tanpa interaksi dengan orang lain, anak tidak akan mengetahui perilaku yang disetujui secara gesellschaftlichen, maupun memiliki sumber motivasi yang mendorongnya untuk tidak berbuat sesuka hati. Interimsi sosial awal terjadi didalam kelompok keluarga. An............................................................ Disini anak memperoleh motivasi yanjg diperlukan untuk mengikuti standar perilaku yang ditetapkan anggota keluarga. Melalui interaksi sosial, anak tidak saja mempunyai kesempatan untuk belajar kode moralische, tetap Mereka juga mendapat kesempatan untuk belajar bagaimana orang gelegen mengevaluasi perilaku Mereka. Karena pengaruh Yang Kuat Dari Kelompok sosial Pada perkembangan moralische anak, Penting sekali jika Kelompok sosial, Tempat anak mengidentifikasikan dirinya mempunyai standar moralische Yang sesuai dengan Kelompok sosial Yang Lebih besar dalam masyarakat. E. Implikasinya dalam Pendidikan Manusia pada umumnya berkembang sesuai dengan tahapan-tahapannya. Perkembangan tersebut dimulai sejak masa konsepsi hingga akhir hayat. Ketika individu memasuki usia sekolah, yakni antara Tujuh sampai dengan dua belas tahun, individu dimaksud sudah dapat disebut sebagai peserta Didik yang akan berhubungan dengan proses pembelajaran dalam Suatu sistem Pendidikan. Cara pembelajaran Yang diharapkan Harus sesuai dengan tahapan pro-Kembangan anak, yakni memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) programnya disusun Secara Fleksibel dan tidak kaku serta memperhatikan perbedaan individuelle anak (2) tidak dilakukan Secara Monoton, tetapi disajikan Secara variatif melalui banyak Aktivitas dan (3) melibatkan penggunaan berbagai medien dan sumber belajar sehingga memungkinkan anak terlibat secara penuh dengan menggunakan berbagai proses perkembangannya (Amin Budiamin, dkk 2009: 84). . Aspe Aspe................................................................................................................................... 1. Implikasi Perkembangan Moral Purwanto (2006: 31) berpendapat, moralische bukan hanya memiliki arti bertingkah laku sopan santun, bertindak dengan lemah lembut, dan berbakti kepada orang tua saja, melainkan Lebih luas lagi Dari itu. Selalu berkata jujur, bertindak konsekuen, bertanggung Jawab, cinta bangsa dan Sesama Manusia, mengabdi kepada rakyat dan negara, berkemauan keras, berperasaan Halos, dan sebagainya, termasuk pula ke dalam moralische Yang Perlu dikembangkan dan ditanamkan dalam hati Sanubari anak-anak. Adapun perkembangan moralische menurut Santrock yaitu perkembangan Yang berkaitan dengan aturan mengenai hal Yang seharusnya dilakukan oleh Manusia dalam interaksinya dengan orang gelegen (Desmita, 2008: 149). Perkembangan moralische anak dapat berlangsung melalui beberapa cara, salah satunya melalui pendidikan langsung, seperti diungkapkan oleh Yusuf (2005: 134). Pendidikan Sprachen yaitu melalui penanaman pengertian tentang tingkah laku yang benar-salah atau baik-buruk oleh orang tua dan gurunya. Selanjutnya masih menurut Yusuf (2005: 182), pada usia sekolah dasar anak sudah dapat mengikuti tuntutan dari orang tua atau lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini, anak dapat memahami alasan yang mendasari suatu bentuk perilaku dengan konsep baik-buruk. Misalnya, dia memandang bahwa peruanischen nakal, berdusta, dan tidak hormat kepada orang tua merupakan suatu hal yang buruk. Sedangkan perbuatan jujur, adil, dan sikap hormat kepada orang tua merupakan suatu hal yang baik. Selain pemaparan di atas, Piaget (Hurlock, 1980: 163) memaparkan bahwa usia antara lima sampai dengan dua belas tahun konsep anak mengenai moralische sudah berubah. Pengertian yang kaku dan keras tentang benar dan salah yang dipelajari dari orang tua, menjadi berubah dan anak mulai memperhitungkan keadaan-keadaan khusus di sekitar pelanggaran moralisch. Misalnya bagi anak usa lima tahun, berbohong selalu buruk. Sedangkan anak yang lebih besar sadar bahwa dalam beberapa situasi, berbohong dibenarkan. Oleh karena esu, berbohong tidak selalu buruk. Selain lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan juga menjadi wahana yang kondusif bagi pertumbuhan als perkembangan moralische peserta didik. Untuk itu, sekolah, diharapkan, dapat, berfungsi, sebagai, kawasan, yang, sejuk, untuk, melakukan, sosialisasi, bagi, anak-anak, dalam, pengembangan, moral, dan, segala, aspek, kepribadiannya. Pelaksanaan pendidikan moralische kelas hendaknya dihubungkan dengan kehidupan yang ada di luar kelas. Dengan demikian, perkembangan pembinaan moralische peserta Didik sangat Penting karena percuma saja jika mendidik anak-anak hanya untuk Menjadi orang yang berilmu pengetahuan, tetapi jiwa dan wataknya tidak dibangun dan Dibina. 2. Implikasi Perkembangan Spirituelle Anak-Anak sebenarnya telah memiliki dasar-dasar kemampuan spirituelle yang dibawanya sejak lahir. Untuk mengembangkan kemampuan ini, pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting. Oleh karena itu, untuk melahirkan, manusia, yang, ber-SQ, tinggi, dibutuhkan, pendidikan, yang, tidak, hanya, berorientasi, pada, perkembangan, aspek, IQ saja, melainkan EQ dan SQ juga. Zohar dan Marshall (Desmita, 2008: 174) pertama kali meneliti Secara ilmiah tentang kecerdasan geistig, yaitu kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan Makna dan nilai, yang menempatkan perilaku dan hidup Manusia dalam Konteks Makna Yang Lebih luas dan kaya. Purwanto (2006: 9) mengemukakan bahwa pendidikan yang dilakukan terhadap manusia bergeda dengan 8220pendidikan8221 yang dilakukan terhadap binatang. Menurutnya, pendidikan pada manusia tidak terletak pada perkem-bangan biologis saja, yaitu yang berhubungan dengan perkembangan jasmani. Akan tetapi, pendidikan pada manusia härus diperhitungkan pula perkembangan rohaninya. Itulah kelebihan manusia yang diberikan von Allah Swt. Yaitu dianugerahi fitrah (perasaan dan kemampuan) untuk mengenal penciptanya, yang membedakan antara manusien dengan binatang. Fitrah ini berkaitan dengan aspek geistig. Berkaitan dengan perkembangan spirituelle yang membrane banyak implikasi terhadap pendidikan, diharapkan muncul manusia yang benar-benar utuh dari lembaga-lembaga pendidikan. Untuk itu, pendidikan agama nampaknya harus tetap dipertahankan sebagai bagan penting dari programm-programm pendidikan yang diberikan di sekolah dasar. Tanpa melalui pendidikan agama, mustahil sq dapat berkembang baik dalam diri peserta didik. Pendapat Saya: Karakteristik perkembangan moralische dan religi Pada peserta Didik sangat Penting diterap dalam lingkup Pendidikan mengingat perkembangan zaman dan moderenisasi Yang membuat moralische generasi Muda Semakin terperosok. Perkembangan religius remaja tergantung bagaimana als apa yang diperolehnya sejak masa anak-anak REFERENSI Baharuddin.2009. Pendidikan dan Psikologi Perkembangan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Medien Baharuddin 2009. Psikologi Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Medien Hartono, Agung.2002. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta ISSN 1411-5026. (2010).Jahrlicher Bimbingan dan Konseling. Pengurus Besar Asosisi Bimbingan dan Konseling Indonesien (ABKIN): Bandung Syamsuddin, Abin.2007. Psikologi Kependidikan. Bandung: Rosda Karya Desmita. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung Rosda Yusuf, Syamsu L. N. Dan Nani M. Sugandhi. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta. PT. RajaGrafindo Persada. Jayanto, Newi. 2011. Karakteristik Perkembangan Moralitas. newijayanto. blogspot / 2011/12 / karakteristik-perkembangan-moralitas. htmlUNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIEN Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT Yang Telah melimpahkan rahmat, petunjuk serta karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan dalam bentuk makalah Yang berjudul Karakteristik Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Dididik serta Implikasinya Pada Pendidikan. Adapun makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Perkembangan Peserta Didik (PPD). Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan Saran dan kritik Yang dapat dijadikan perbaikan untuk tulisan-tulisan yang akan datang. Dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, kami telah banyak mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah, Ahmad Rifqy Ash Shiddiqy, S. Pd, yang Telah membimbing dalam penyusunan makalah ini, juga Pada Rekan-Rekan Kelompok 8 atas kerjasama dan Yang Telah diberikan Sprachwerkzeuge. Kami berharap semoga makalah ini dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya serta untuk menambah pembendaharaan pengetahuan dalam memahami perkembangan pada peserta didik. Semoga bantuan, dorongan serta bimbingan yang telah diberikan kepada kami dalam penyusunan laporan ini mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Aamiin Bandung, 24. September 2012 1,1 Latar Belakang Permasalahan Peserta didik merupakan aset utamä dalam misi memajukan bangsa. Mereka perlu didik dengan benar supaya tidak mänjadi generasi penerus yang salah kaprah. Pendidikan jang diberikan tidak hanya dalam lingkup akademik namun mendidik disini dimaksudkan untuk membentuk kepribadian yang sesuai dengan norma hukum dan agama. Dalam UU RI No. 2 Jahr 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), Bab II Pasal 4, dijelaskan bahwa: 8221Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan Manusia Indonesien seutuhnya, yaitu Manusia Yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan YME dan berbudi pekerti luhur , Memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadianische yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan bangsa82211. Ini merupakan salah satu dasar als tujuan dari pendidikan nasional yang seharusnya menjadi acuan bangsa Indonesien. Dipasal tersebut juga Membranen tentang tujuan pendidikan nasional untuk mengembangkan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME. Maka dari itu diperlukan pengembangan moralischen an religius pada peserta didik. Ditambah lagi dengan Semakin menurunnya moralische dan akhlak remaja masa Kini Yang ditandai dengan aksi anarkis, penggunaan narkoba, free sex, dan pornografi sehingga urgensi Pengembangan moralische dan Agama Harus Lebih ditekankan dalam lingkup Pendidikan. 1.2 Rumusan dan Pertanyaan 1. Apa penyebab akhlak dan moralische remaja masa Kini Semakin menurun 2. Apa Saja karakteristik Pengembangan moralische dan religi Pada peserta Didik 3. Apa faktor-faktor Pengembangan moralische dan religi Pada peserta Didik 4. Upaya apa yang dapat dilakukan untuk mengembangkan moralische dan religi pada peserta Didik 5. Bagaimana implikasi perkembangan peserta Didik terhadap Pendidikan 1.3 Tujuan dan Manfaat pembahasan Tujuan pembahasan mengenai karakteristik Pengembangan moralische dan religi pada peserta Didik yaitu 183 Mengetahui penyebab akhlak dan moralische remaja masa Kini Semakin menurun 183 Mengetahui apa saja yang termasuk karakteristik Pengembangan moral dan religi peserta didik. 183 Mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhiperkembangan moralischen an religi peserta didik. 183 Ansichten Seite Diskussion Bearbeiten Versionen Änderungen an verlinkten Seiten Hochladen Spezialseiten Druckversion Permanent Link http://www. germanyinews. com/ 183 Memahami implikasi perkembangan peserta Didik terhadap Pendidikan 1.4 Metode Pembahasan Dalam penulisan makalah ini untuk memperoleh Daten-Daten Yang dibutuhkan, penulis menggunakan metode literatur dan mencari Informasi Dari Medien elektronik atau Browsing di Internet. Hal ini dilakukan un uk uk un un........................................ 2.1 Penyebab Timbulnya Krisis Akhlak dan Moral dikalangan Remaja Adapun Yang Menjadi akar masalah penyebab timbulnya krisis akhlak dan moralische dalam diri banyak remaja diantaranya adalah: Pertama, krisis akhlak terjadi karena longgarnya pegangan terhadap Agama Yang menyebabkan hilangnya pengontrol Diri Dari dalam (Selbstkontrolle) 3. Selanjutnya alat pengontrol perpindahan kepada hukum als masyarakat. Namun karena hukum als masyarakat juga sudah lemah, maka hilanglah seluruh alat kontrol. Akibatnya manusia dapat berbuat sesuka hati dalam melakukan pelanggaran tanpa ada yang menegur. Kedua, krise akhlak terjadi karena pembinaan moralisches yang dilakukan oleh orang tua, sekolah dan masyarakat sudah kurang efektif. Bahwa penanggungjawab pelaksanaan pendidikan von negara kita adalah keluarga, masyarakat dan pemerintah. Ketiga institusi pendidikan sudah terbawa öl arus kehidupan yang mengutamakan materi tanpa diimbangi dengan pembinaan geistig geistig. Deutsch - Übersetzung - Linguee als Übersetzung von "keita" vorschlagen Linguee - Wörterbuch Deutsch - Englisch ausschließlich englische Resultate für. Derasnya arus budaya Yang demikian didukung oleh para penyandang modal Yang semata-mata mengeruk keuntungan Material dengan memanfaatkan para remaja tanpa memperhatikan dampaknya bagi kerusakan akhlak para generasi penerus bangsa. Keempat, krisis, akhlak, terjadi, karena, belum, adanya, kemauan, yang, sungguh-sungguh, dari, pemerintah. Kekuasaan, dana, tekhnologi, sumber, daya, manusia, peluang, dan, sebagainya, yang, dimiliki, pemerintah, belum, banyak, digunakan, untuk, melakukan, pembinaan, akhlak, bangsa. Hal Yang demikian Semakin diperparah dengan ulah sebagian Elite politik penguasa Yang sematamata mengejar kedudukan, kekayaan dan sebagainya dengan cara-cara Yang tidak mendidik, sepeati adanya Praktek Korupsi, kolusi dan Nepotisme (KKN). Hal Yang demikian terjadi mengingat bangsa Indonesien masih menerapkan pola hidup paternalistischen 2.2 Karakteristik Perkembangan Moral dan Religius Anak dan Remaja Berikut ini paparan mengenai karakteristik perkembangan moralitas dan religius anak dan remaja: 1. Karakteristik perkembangan moralitas Pada anak Menurut Lawrance Kohlberg, ada tiga Tingkat dan tahapan (Vorkonventionelle Ebene), moralitas dari aturan-aturan (konventionelle Ebene), dan moralitas setelah konvensional (postkonventionell). 2. Karakteristik perkembangan moralitas pada remaja Dalam moralitas terdapat nilia-nilai moralischen, yaitu seruan untuk berbuat baik dan larangan berbuat keburukan. Seseorang dikatakan bermoral apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moralische yang dijunjung tinggi. Pada masa remaja, individu tersebut Harus mengendalikan perilakunya sendiri Agar sesuai dengan norma dan nilai Yang berlaku dimasnyarakat, yang Mana sebelumnya Menjadi tanggung Jawab Guru dan orang tua. 3. Karakteristik perkembangan religius Pada anak Penanaman nilai-nilai keagamaan menyangkut konsep tentang ketuhanan, ritual ibadah dan nilai moralischen Yang berlangsung semenjak usia dini, Akan Mampu mengakar Secara Kuat dan membawa dampak Yang signifikan Pada diri seseorang sepanjang hidupnya (Hurlock, 1978 hal. 26). Hal ini dikarenakan pada masa ini, anak belum mempunyai kemampuan menolak ataupun menyetujui setiap pengetahuan yang didapatkannya. Tahapan-tahapan perkembangan keagamaan pada anak: 1. Masa anak-anak ein. Sikap keagamaan reseptif meskipun banyak bertanya b. Pandangan ke-Tuhanan yang anthromorph (dipersonifikasikan) c. Penghayatan secara rohaniah masih oberflächlich (belum dalam) 2. Masa anak sekolah a. Sikap keagamaan bersifat reseptif als disertai pengertian b. Pandangan ke-Tuhanan diterangkan secararasional c. Penghayatan Secara Rohaniah Makin Mendalam 4. Karakteristik perkembangan religius Pada remaja Perkembangan religius remaja tergantung bagaimana dan apa yang diperolehnya Sejak masa anak-anak. Um...................................................... Begitu pula sebaliknya, apabila terdapat banyak kerancuan pemahaman terhadap keagamaan, maka perkembangan religiösen remaja tersebut akan terganggu. Pada masa remaja, keagamaan sama pentingnya dengan moralisch. Ahli Umum (Zakiah, Daradjat, Starbuch, William James) sependapat bahwa Pada garis besarnya perkembangan keagamaan itu dibagi dalam dua tahapan Yang Secara kualitatif menunjukan karakteristik Yang berbeda. 1. Masa remaja awal a. Sikap negativ sebbkankan alam pikirannya yang kritis melihat kenyataan orang-orang yang bergama secara hipocrit. B. Pandangan dalam ke-Tuhanannya menjadi kacau karena ia banyak membaca atau mendengar berbagai konsep dan pemikiran yang tidak cocok c. Penghayatan rohaniahnya cenderung skeptisch, sehingga banyak yang enggan melakukan berbagai kegiatan ritual 2. Masa remaja akhir a. Sikap kembali pada umumnya kearah positif dengan tercapainya kedewasaan intelektual b. Pandangan dalam hal ke-Tuhanan dipahamkan dalam hal konteks agama yang dianutnya c. Penghayatan rohaniahnya Kembali Tenang 2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Moral dan Spiritual Berdasarkan sejumlah hasil penelitian, perkembangan internalisasi nilai-nilai terjadi melalui identifikasi dengan orang-orang yang dianggapnya sebagai Modell. Bagi para ahli psikoanalisis, perkembangan moralischen dipandang sebagai proses internalisasi norma-norma masyarakat dan dipandang sebagai kematangan dari sudut organisch biologis. Menurut psikoanalisis, moralische dan nilai menyatu dalam konsep Überich Yang dibentuk melalui Jalan internalisasi larangan-larangan atau perintah-perintah Yang datang Dari luar (khususnya orang tua) sedemikian Rupa, sehingga akhirnya terpencar Dari dalam diri sendiri. Teori-teori lan yang nicht psikoanalisi beranggapan bahwa hubungan anak-orang tua bukan satu satunya sarana pembentukan moral. Para sosiolog beranggapan bahwa masyarakat sendeniri mempunyai peran penting dalam pembentukan moralisch. Dalam Usaha membentuk tingkah laku sebagai pencerminan nilai-nilai hidup terterntu, Banyak faktor Yang mempengaruhi perkembangan moralische religi dan repeserta Didik, diantaranya yaitu: 1. Faktor Tingkat harmonisasi hubungan antara orang tua dan anak. 2. Faktor seberapa banyak Modell (orang-orang dewasa yang simpatik, teman-teman, orang-orang yang terkenal dan hal-hal lain) Yang diidentifikasi oleh anak sebagai gambaran-gambaran ideal. 3. Faktor lingkungan memegang peranan penting. Diantara segala segala unsur Lingkungan sozialen Yang berpengaruh, yang tampaknya sangat Penting adalah unsicher Lingkungan berbentuk Manusia Yang dikenal atau dihadapi oleh seseorang sebagai perwujudan Dari nilai-nilai tertentu langsung. 4. Faktor selanjutnya yang memengaruhi perkembangan moralischen adalah tingkat penalaran. Perkembangan moralischen yang sifatnya penalaran menurut Kohlberg, dipengaruhi oleh perkembangan nalar sebagaimana dikemukakan oleh piaget. Makin tinggi tingkat penalaran seseorang menrut tahap-tahap perkembangan piaget, makin tinggi pula tingkat moralische seseorang. 5. Faktor Interaksi sosial dalam memberik kesepakatan Pada anak untuk mempelajari dan menerapkan standart perilaku Yang Genehmigt masyarakat, keluarga, sekolah, dan dalam pergaulan dengan orang gelegen. 2.4 Upaya Optimalisasi Perkembangan Moral dan Spiritual Hurlock mengemukakan ada empat Pokok utama Yang Perlu dipelajari oleh anak dalam mengoptimalkan perkembangan moralnya, yaitu: 1. Mempelajari apa yang diharapkan Kelompok sosial Dari anggotanya sebagaimana dicantumkan dalam hukum. Harapan tersebut terperinci dalam bentuk hukum, kebiasaan dan peraturan. Tindakan tertentu yang von dianggap 8220benar8221 atau 8220salah8221 karena tindakan esu menunjang, atau dianggap tidak menunjang, atau menghalangi kesejahteraan anggota kelompok. Kebiasaan Yang Paling penting dibakukan menjadi peraturan hukum dengan hukuman tertentu bagi yang melanggarnya. Yang lainnya, bertahan sebagai kebiasaan tanpa hukuman tertentu bagi yang melanggarnya. 2. Pengambangan hati nuranni sebagai kendali internes bagi perliaku einzu. Hati nurani merupakan tanggapan terkondisikan terhadap kecemasan mengenai beberapa situasi als tindakan tertentu, yang telah dikembangkan dengan mengasosiasikan tindakan agresif dengan hukum. 3. Pengembangan perasaan bersalah dan rasa malu. Setelah mengembangkan hati nurani, hati nurani mereka dibawa von digunakan sebagai pedoman perilaku. Rasa bersalah adalah sejenis Auswertungen diri, khusus terjadi bila seorang einzeln mengakui perilakunya berbeda dengan nilai moralische yang dirasakannya wajib untuk dipenuhi. Rasa malu adalah reaksi emosionalen yang tidak menyenangkan yang timbul pada seseorang akibat adanya penilaischen negatif terhadap dirinya. Penilaian ini belum tentu benar-benar ada, namens mengakibatkan rasa rendah diri terhadap kelompoknya. 4. Mencontohkan, memberikan contoh berarti menjadi vorbildlicher perilaku yang diinginkan muncul dari anak, karena cara ini bisa menjadi cara yang paling efektif untuk membentuk moralischer anak. 5. Latihan dan Pembiasaan, menurut Robert Coles (Wantah, 2005) latihan dan pembiasaan merupakan strategi penting dalam pembentukan perilaku moralischen pada anak usia dini. Sikap orang tua dapat dijadikan latihan als pembiasaan bagi anak. Sejak kecil orang tua selalu merawat, memelihara, menjaga kesehatan und lain sebagainya untuk anak. Hal ini akan mengajarkan moralischen yang positif bagi anak 6. Kesempatan melakukan interaksi dengan anggota kelompok sosial. Interaksi sosial memegang peranan pentieren dalam perkembangan moral. Tanpa interaksi dengan orang lain, anak tidak akan mengetahui perilaku yang disetujui secara gesellschaftlichen, maupun memiliki sumber motivasi yang mendorongnya untuk tidak berbuat sesuka hati. Interimsi sosial awal terjadi didalam kelompok keluarga. An.................................................................... Disini anak memperoleh motivasi yanjg diperlukan untuk mengikuti standar perilaku yang ditetapkan anggota keluarga. Melalui interaksi sosial, anak tidak saja mempunyai kesempatan untuk belajar kode moral, tetap mereka juga mendapat kesempatan untuk belajar bagaimana orang lain mengevaluasi perilaku mereka. Karena pengaruh yang kuat dari kelompok sosial pada perkembangan moral anak, penting sekali jika kelompok sosial, tempat anak mengidentifikasikan dirinya mempunyai standar moral yang sesuai dengan kelompok sosial yang lebih besar dalam masyarakat. 2.5 Implikasi Perkembangan Peserta Didik terhadap Pendidikan Manusia pada umumnya berkembang sesuai dengan tahapan-tahapannya. Perkembangan tersebut dimulai sejak masa konsepsi hingga akhir hayat. Ketika individu memasuki usia sekolah, yakni antara tujuh sampai dengan dua belas tahun, individu dimaksud sudah dapat disebut sebagai peserta didik yang akan berhubungan dengan proses pembelajaran dalam suatu sistem pendidikan. Cara pembelajaran yang diharapkan harus sesuai dengan tahapan per-kembangan anak, yakni memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) programnya disusun secara fleksibel dan tidak kaku serta memperhatikan perbedaan individual anak (2) tidak dilakukan secara monoton, tetapi disajikan secara variatif melalui banyak aktivitas dan (3) melibatkan penggunaan berbagai media dan sumber belajar sehingga memungkinkan anak terlibat secara penuh dengan menggunakan berbagai proses perkembangannya (Amin Budiamin, dkk. 2009:84). Aspek-aspek perkembangan peserta didik yang berimplikasi terhadap proses pendidikan melalui karakteristik perkembangan moral dan religi akan diuraikan seperti di bawah ini. 1. Implikasi Perkembangan Moral Purwanto (2006:31) berpendapat, moral bukan hanya memiliki arti bertingkah laku sopan santun, bertindak dengan lemah lembut, dan berbakti kepada orang tua saja, melainkan lebih luas lagi dari itu. Selalu berkata jujur, bertindak konsekuen, bertanggung jawab, cinta bangsa dan sesama manusia, mengabdi kepada rakyat dan negara, berkemauan keras, berperasaan halus, dan sebagainya, termasuk pula ke dalam moral yang perlu dikembangkan dan ditanamkan dalam hati sanubari anak-anak. Adapun perkembangan moral menurut Santrock yaitu perkembangan yang berkaitan dengan aturan mengenai hal yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain (Desmita, 2008:149). Perkembangan moral anak dapat berlangsung melalui beberapa cara, salah satunya melalui pendidikan langsung, seperti diungkapkan oleh Yusuf (2005:134). Pendidikan langsung yaitu melalui penanaman pengertian tentang tingkah laku yang benar-salah atau baik-buruk oleh orang tua dan gurunya. Selanjutnya masih menurut Yusuf (2005:182), pada usia sekolah dasar anak sudah dapat mengikuti tuntutan dari orang tua atau lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini, anak dapat memahami alasan yang mendasari suatu bentuk perilaku dengan konsep baik-buruk. Misalnya, dia memandang bahwa perbuatan nakal, berdusta, dan tidak hormat kepada orang tua merupakan suatu hal yang buruk. Sedangkan perbuatan jujur, adil, dan sikap hormat kepada orang tua merupakan suatu hal yang baik. Selain pemaparan di atas, Piaget (Hurlock, 1980:163) memaparkan bahwa usia antara lima sampai dengan dua belas tahun konsep anak mengenai moral sudah berubah. Pengertian yang kaku dan keras tentang benar dan salah yang dipelajari dari orang tua, menjadi berubah dan anak mulai memperhitungkan keadaan-keadaan khusus di sekitar pelanggaran moral. Misalnya bagi anak usia lima tahun, berbohong selalu buruk. Sedangkan anak yang lebih besar sadar bahwa dalam beberapa situasi, berbohong dibenarkan. Oleh karena itu, berbohong tidak selalu buruk. Selain lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan juga menjadi wahana yang kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan moral peserta didik. Untuk itu, sekolah diharapkan dapat berfungsi sebagai kawasan yang sejuk untuk melakukan sosialisasi bagi anak-anak dalam pengembangan moral dan segala aspek kepribadiannya. Pelaksanaan pendidikan moral di kelas hendaknya dihubungkan dengan kehidupan yang ada di luar kelas. Dengan demikian, pembinaan perkembangan moral peserta didik sangat penting karena percuma saja jika mendidik anak-anak hanya untuk menjadi orang yang berilmu pengetahuan, tetapi jiwa dan wataknya tidak dibangun dan dibina. 2. Implikasi Perkembangan Spiritual Anak-anak sebenarnya telah memiliki dasar-dasar kemampuan spiritual yang dibawanya sejak lahir. Untuk mengembangkan kemampuan ini, pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting. Oleh karena itu, untuk melahirkan manusia yang ber-SQ tinggi dibutuhkan pendidikan yang tidak hanya berorientasi pada perkembangan aspek IQ saja, melainkan EQ dan SQ juga. Zohar dan Marshall (Desmita, 2008:174) pertama kali meneliti secara ilmiah tentang kecerdasan spiritual, yaitu kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yang menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya. Purwanto (2006:9) mengemukakan bahwa pendidikan yang dilakukan terhadap manusia berbeda dengan 8220pendidikan8221 yang dilakukan terhadap binatang. Menurutnya, pendidikan pada manusia tidak terletak pada perkem-bangan biologis saja, yaitu yang berhubungan dengan perkembangan jasmani. Akan tetapi, pendidikan pada manusia harus diperhitungkan pula perkembangan rohaninya. Itulah kelebihan manusia yang diberikan oleh Allah Swt. yaitu dianugerahi fitrah (perasaan dan kemampuan) untuk mengenal penciptanya, yang membedakan antara manusia dengan binatang. Fitrah ini berkaitan dengan aspek spiritual. Berkaitan dengan perkembangan spiritual yang membawa banyak implikasi terhadap pendidikan, diharapkan muncul manusia yang benar-benar utuh dari lembaga-lembaga pendidikan. Untuk itu, pendidikan agama nampaknya harus tetap dipertahankan sebagai bagian penting dari program-program pendidikan yang diberikan di sekolah dasar. Tanpa melalui pendidikan agama, mustahil SQ dapat berkembang baik dalam diri peserta didik. 3.1 Analisis Teoretis Usia transisi yang dialami remaja cenderung membawa dampak psikologis disamping membawa dampak fisiologis, dimana perilaku mereka cenderung berfikir pendek dan ingin cepa dalam memecahkan berbagai permasalahan kehidupan. Namun, tidak sedikit jalan yang ditempuh adalah jawan yang sesat dan mengandung risiko. Karena proses berfikir seperti itu, remaja tidak mampu lagi membedakan hal baik dan hal buruk untuk dijadikan acuan prilaku yang sesuai dengan perintah dan larangan agama yang dianutnya. Selain itu remaja cenderung menutupi eksistensi kehidupannya dengan mengabaikan ajaran agama yang dianutnya dan nilai normatif yang ditanamkan pada dirinya dalam menyelesaikan persoalan. Dengan kondisi prilaku remaja tersebut, seringkali mereka mengalami kegagalan dalam menjalani pemulihan dan tidak mampu lagi membankitkan kesadaran spiritual. Sesungguhnya, kesadaran dan kekuatan spiritual akan diperoleh jika remaja mendekatkan dirinya dengan ketaatan dan amaliyah ibadah kepada Tuhannya ketika dihadapkan pada berbagai persoalan hidupnya. Hubungan spiritual manusia dengan Rabbnya ketika beribadah akan memunculkan kekuatan spiritualnya berupa limpahan Illahiah atau ketikan spiritual berupa al-hikmah. Tekadnya bertambah kuat, kemauannya semakin keras, dan semangatnya kian meningkat sehinga ia pun lebih memiliki kesiapan untuk menerima ilmu pengetahuan atau hikmah (Najati, 2005:456) Hikmah merupakan karunia Allah berupa pemahaman ma8217rifat Allah. Hikmah dapat menambah kemuliaan atau mengangkat (derajat) manusia sebagai hamba-Nya. Pemiiknya akan mencerminkan ciri-ciri para Nabi yang ada pada mereka. Hikmah yang milikinya akan menuntun dirinya kepada kemaslahatan yang tepat dalam melaksanakan semua aktivitas dan perbuatan sehari-hari sehingga mampu mencegah dan menjaga diri dari akhlak-akhlak yang tidak diridhoi-Nya. Karena itu hikmah tidak dianugerahkan kedapa setiap orang, akan tetapi terlahir dari sejumlah faktor dan sebab yang merupakan fadhilah dan nikmat dari Allah. Faktor meraih hikmah ialah, meliputi : a. Berdasarkan ilmu syariat c. Syukur dan sabar dan d. Berdoa dan tawakal Sedangkan faktor penghalang ibadah meliputi : c. Kesombongan dan d. Keras dan kasar (Nashir, 1995:19) 3.2 Analisis Praktis Kajian yang dilaksanakan terhadap sebuah pembalajaran yang berguna untuk meneliti struktur atau tingkat kesulitan dari pembelajaran yang disajikan dengan cara mendalam, sederhana, tidak rumit dan mudah dilakukan atau dilaksanakan. Tidak hanya menganalisis masalah materi pembelajaran saja tapi meliputi karakteristik dari peserta didik misalnya sikap sopan santun, meberi salam, dan saling tegur sapa di dalam proses pembelajaran maupun diluar jam pelajaran. Saling menghormati antar peserta didik dan dengan pengajar maupun antar peserta didik. Selain itu bekali nilai-nilai religi memperdalam agama dan kepercayaan masing-masing agar terbentuk akhlak dan periaku yang baik pada peserta didik. Tujuan dari analisis praktis dalam perkembangan peserta didik untuk menelaah dan mengetahui karakteristik dan masalah yang dihadapi perserta didik yang perlu diangkat dalam pengembangan pangkat pembelajaran. Nasihat yang diberikanpun bukan sekedar proses memberikan pertolongan dan dukungan sosial saja, tetapi juga harus merujuk dengan Maha Penciptanya, yakni Allah swt. Nasihat yang diberikan diarahkan untuk mengembalikan keimanan dan ketakwaan serta religius, yang akan membawa pada eksistensi dirinya dan dapat menemukan citra dirinya, sesuai dengan kebenaran yang hakiki dan kemenangan yang abadi untuk meraih kebahagiaan kehidupan yang hakiki. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Perkembangan religius remaja tergantung bagaimana dan apa yang diperolehnya sejak masa anak-anak. Umumnya, apabila pendidikan agama yang diberikan kuat maka perkembangan religius remaja akan menjadi positif dan boleh jadi semakin kuat. Begitu pula sebaliknya, apabila terdapat banyak kerancuan pemahaman terhadap keagamaan, maka perkembangan religius remaja tersebut akan terganggu. Pada masa remaja, keagamaan sama pentingnya dengan moral. Karakteristik perkembangan moral dan religi pada peserta didik sangat penting diterap dalam lingkup pendidikan mengingat perkembangan zaman dan moderenisasi yang membuat moral generasi muda semakin terperosok. Oleh karena itu kami memberikan rekomendasi untuk beberapa pihak terkait masalah ini. 4.2.1 Untuk Dosen atau Guru Guru berperan tidak hanya memberikan pendidikan dalam bidang akademis saja namun juga mendidik dalam membentuk kepribadian anak. Maka dari itu diperlukan metode mengajar yang tidak monoton. Perlu adanya dorongan motivasi pada anak juga paparan mengenai tindakan-tindakan yang baik dalam bentuk cerita. Menghukum anak terlalu berat pun berpotensi anak semakin tidak suka pada mata pelajaran yang diajarkan bahkan pada sosok guru tersebut. 4.2.2 Untuk Orang tua Lingkungan keluarga sangat berpengaruh dalam perkembangan moral dan spiritual anak. Untuk itu perlu diciptakan kehidupan keluarga yang harmonis mengingat anak akan selalu merekam apa yang terjadi dalam keluarganya. Disini peran orang tua sangat dibutuhkan karena tingkah laku orang tua merupakan cerminan dari prilaku anaknya kelak. Untuk membangun moral anak, maka orang tua harus selalu memberikan perhatian dan dukungan untuk anaknya namun juga harus bias bersikap tegas dalam menangani permasalahan anak. Baharuddin.2009. Pendidikan dan Psikologi Perkembangan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Baharuddin.2009. Psikologi Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Hartono, Agung.2002. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta ISSN 1411-5026.(2010).Jurnal Bimbingan dan Konseling. Pengurus Besar Asosisi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN):Bandung Syamsuddin, Abin.2007. Psikologi Kependidikan. Bandung: Rosda Karya Yusuf, Syamsu.2011.Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rajawali Pers1. Definisi Etika Etika berasal dari bahasa yunani yaitu ethos yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat kebiasaan di mana etika berhubungan erat dengan konsep individu atau kelompok sebagai alat penilai kebenaran atau evaluasi terhadap sesuatu yang telah dilakukan 2. Definisi Moral Moral merupakan pengetahuan yang menyangkut budi pekerti manusia yang beradab. Moral juga berarti ajaran yang baik dan buruk perbuatan dan kelakuan (akhlak). Moralisasi, berarti uraian (pandangan, ajaran) tentang perbuatan dan kelakuan yang baik. Demoralisasi, berarti kerusakan moral. Jadi, moral adalah aturan kesusilaan, yang meliputi semua norma kelakuan, perbuatan tingkah laku yang baik. Kata susila berasal dari bahasa Sansekerta, su artinya 8220lebih baik8221, sila berarti 8220dasar-dasar8221, prinsip-prinsip atau peraturan-peraturan hidup. Jadisusila berarti peraturan-peraturan hidup yang lebih baik. 3. Definisi Moralitas Menurut W. Poespoprodjo, moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang dengan itu kita berkata bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk atau dengan kata lain moralitas mencakup pengertian tentang baik buruknya perbuatan manusia. Immanuel Kant, mengatakan bahwa moralitas itu menyangkut hal baik dan buruk, yang dalam bahasa Kant, apa yang baik pada diri sendiri, yang baik pada tiap pembatasan sama sekali. Kebaikan moral adalah yang baik dari segala segi, tanpa pembatasan, jadi yang baik bukan hanya dari beberapa segi, melainkan baik begitu saja atau baik secara mutlak. 4. Peran dan Manfaat Etika Peran dan manfaat etika (Ketut Rinjin, 2004 melalui Sjafri Mangkuprawira, 2006) yaitu. 1. Manusia hidup dalam jajaran norma moral, religius, hukum, kesopanan, adat istiadat dan permainan. Oleh karena itu, manusia harus siap mengorbankan sedikit kebebasannya. 2. Norma moral memberikan kebebasan bagi manusia untuk bertindak sesuai dengan kesadaran akan tanggung jawabnya human act, dan bukan an act of man. Menaati norma moral berarti menaati diri sendiri, sehingga manusia menjadi otonom dan bukan heteronom. 3. Sekalipun sudah ada norma hukum, etika tetap diperlukan karena norma hukum tidak menjangkau wilayah abu-abu, norma hukum cepat ketuinggalan zaman, sehingga sering terdapat celah-celah hukum, norma hukum sering tidak mampu mendeteksi dampak secara etis dikemudian hari, etika mempersyaratkan pemahaman dan kepedulian tentang kejujuran, keadilan dan prosedur yang wajar terhadap manusia, dan masyarakat, asas legalitas harus tunduk pada asas moralitas. 4. Manfaat etika adalah mengajak orang bersikap kritis dan rasional dalam mengambil keputusan secara otonom, mengarahkan perkembangan masyarakat menuju suasana yang tertib, teratur, damai dan sejahtera. 5. Perlu diwaspadai nahwa 8221power tend to corrupt8221, 8221the end justifies the means8221 serta pimpinan ala Machiavellian, yang galak seperti singa dan licin seperti belut. 5. Kesadaran Moral Kesadaran moral itu sifatnya individual ukuran kesadaran seseorang tidak sama. Dari promoral ke bermoral dengan sendirinya sudah melalui suatu jalur proses perjalanan hidup salah satu dari jalur itu, seperti telah dijelaskan tadi, ialah pengalaman sendiri, dan kedua adalah pendidikan. Itu berarti, menjadi bermoral itu dapat dicapai dengan jalan belajar atau mempelajarinya. Pengertian kesadaran moral (moral conscioushess) dalam filsafat, mempunyai interpretasi dalam arti yang utuh, bulat, tidak terpecah kedalam intrest-intrest pribadi. Keasadran moral mengandung nilai tertinggi seharusnya dimiliki oleh setiap pribadi 6. Teori Etika Normatif a. Teori Deontologi 8221Deontologi8221 ( Deontology ) berasal dari kata dalam Bahasa Yunani yaitu. deon yang artinya adalah kewajiban. Dalam suatu perbuatan pasti ada konsekuensinya, dalam hal ini konsekuensi perbuatan tidak boleh menjadi pertimbangan. Perbuatan menjadi baik bukan dilihat dari hasilnya melainkan karena perbuatan tersebut wajib dilakukan. Deontologi menekankan perbuatan tidak dihalalkan karena tujuannya. Tujuan yang baik tidak menjadi perbuatan itu juga baik. Di sini kita tidak boleh melakukan suatu perbuatan jahat agar sesuatu yang dihasilkan itu baik, karena dalam Teori Deontologi kewajiban itu tidak bisa ditawar lagi karena ini merupakan suatu keharusan. Contoh. kita tidak boleh mencuri, berbohong kepada orang lain melalui ucapan dan perbuatan. B. Teori Teleologi Etika teleologi yaitu etika yang mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang hendak dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibatnya yang ditimbulkan atas tindakan yang dilakukan. Suatu tindakan dinilai baik, jika bertujuan mencapai sesuatu yang baik, atau akibat yang ditimbulkannya baik dan bermanfaat. Misalnya. mencuri sebagai etika teleology tidak dinilai baik atau buruk. berdasarkan tindakan itu sendiri, melainkan oleh tujuan dan akibat dari tindakan itu. Jika tujuannya baik, maka tindakan itu dinilai baik. C. Teori Hak Asasi Dalam pemikiran moral dewasa ini barangkali teori hak ini adalah pendekatan yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku. merupakan suatu aspek dari teori deontologi, karena berkaitan dengan kewajiban. Hak dan kewajiban bagaikan dua sisi uang logam yang sama. Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena itu hak sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis. perbuatan dan perilaku. Contoh. Hak seseorang untuk menganut agama yang mereka pilih. D. Teori Keutamaan Keutamaan bisa didefinisikan sebagai berikut. disposisi watak yang telah diperoleh seseorang dan memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik secara moral. Contoh keutamaan : a. Kebijaksanaan b. Keadilan c. Suka bekerja keras d. Hidup yang baik Keutamaan yang harus menandai pebisnis perorangan bisa disebut. kejujuran, fairness, kepercayaan dan keuletan. Keempat keutamaan ini berkaitan erat satu sama lain dan kadang-kadang malah ada tumpang tindih di antaranya. Fairness. kesediaan untuk memberikan apa yang wajar kepada semua orang dan dengan wajar dimaksudkan apa yang bisa disetujui oleh semua pihak yang terlibat dalam suatu transaksi. D. h. Teori Relatif Yang dianggap tidak sopan dalam sebuah kebudayaan, dapat saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain. Contohnya makan dengan tangan, bersenggak sesudah makan. Etika jauh lebih absolut. Perintah seperti: jangan berbohongjangan mencuri merupakan prinsip etika yang tidak dapat ditawar-tawar. F. Teori Etika dan Agama Sebagai cabang pemikiran filsafat, etika bisa dibedakan manjadi dua: objektivisme dan subjektivisme. Yang pertama berpandangan bahwa nilai kebaikan suatu tindakan bersifat objektif, terletak pada substansi tindakan itu sendiri. Faham ini melahirkan apa yang disebut faham rasionalisme dalam etika. Suatu tindakan disebut baik, kata faham ini, bukan karena kita senang melakukannya, atau karena sejalan dengan kehendak masyarakat, melainkan semata keputusan rasionalisme universal yang mendesak kita untuk berbuat begitu. Tokoh utama pendukung aliran ini ialah Immanuel Kant, sedangkan dalam Islam pada batas tertentu ialah aliran Muitazilah.

No comments:

Post a Comment